Bicarasurabaya.com – Dalam rangka penanganan korupsi yang dapat meningkatkan pengembalian aset kejahatan, Jaksa Agung ST Burhanuddin, menginstruksikan jaksa di seluruh Indonesia agar segera menyusun petunjuk teknis terkait optimalisasi penanganan Tipikor (Tindak Pidana Korupsi).
Petunjuk teknis ini tidak hanya menerapkan pembuktian unsur merugikan keuangan negara, namun juga unsur perekonomian negara (Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi). Ini diharapkan dapat meningkatkan penyelamatan dan pengembalian kerugian keuangan negara.
“Salah satunya dengan cara mempertimbangkan variabel pengembalian kerugian negara yang dilakukan secara sukarela oleh terdakwa dan secara paksa melalui penelusuran aset oleh penyidik, untuk penilaian berat ringannya tuntutan pidana,” kata Jaksa Agung, ST Burhanuddin dalam Pers Rilis tertulis yang diterima Bicara Surabaya, Rabu (6/1/2022).
Menurut dia, upaya ini diharapkan pula akan mendorong itikad baik pelaku untuk proaktif dalam pemulihan kerugian negara. Karenanya, ia ingin agar penindakan tidak hanya diarahkan kepada subyek hukum orang perseorangan, namun juga kepada korporasi.
“Untuk itu, segera susun petunjuk teknis tentang tata cara penanganan perkara tipikor dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan subyek hukum korporasi, yang belum diatur dan diakomodir di dalam beberapa ketentuan,” tegas dia.
Di sisi lain, Jaksa Agung juga menginstruksikan jajarannya agar melakukan penindakan terhadap penyimpangan yang bersinggungan dengan keuangan negara sektor penerimaan negara. Misalnya penyimpangan pada sektor Sumber Daya Alam (SDA), perpajakan, dan sebagainya. Hal ini untuk menegaskan pentingnya optimalisasi pendapatan negara dengan berupaya meminimalisir hilangnya potensi penerimaan negara.
“Sehingga pemberantasan tindak pidana korupsi tidak hanya semata dilakukan penindakan atas kebocoran pada sektor belanja negara, yaitu Anggaran Pendapatan Belanja Negara dan Daerah (APBN/APBD), namun juga difokuskan pada sektor penerimaan negara,” katanya.
Selain itu, pengoptimalan pembayaran pokok pajak terhutang dan denda maksimal oleh tersangka atau terdakwa dalam perkara tindak pidana di bidang perpajakan juga dinilai penting.
“Segera susun ketentuan/regulasi yang memungkinkan dilakukannya penghentian penuntutan melalui pendekatan keadilan restoratif bagi tersangka/terdakwa yang membayar pokok pajak terhutang dan denda maksimal di tahap penuntutan,” kata Jaksa Agung dalam arahannya.
Hal tersebut dipandang sejalan dengan dasar filosofi hukum pajak. Yakni untuk meningkatkan penerimaan negara dan prinsip pemidanaan dalam hukum pidana pajak yang merupakan upaya terakhir (the last resort/ultimum remedium).
Di lain hal, Jaksa Agung juga menginstruksikan jaksa di seluruh Indonesia agar segera menyusun pedoman terkait tuntutan pidana terhadap perkara tindak pidana kepabeanan dan cukai. Ini bertujuan untuk mengakomodir pemenuhan kewajiban kepabeanan dan cukai di tingkat penuntutan/persidangan. (BS02)