Bicarasurabaya.com – Sejak awal Covid-19 masuk ke Kota Surabaya, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini bersama jajaran Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya all out menangani pandemi Covid-19. Berbagai terobosan dan inovasinya telah dilakukan dalam mengendalikan pandemi global ini.
Kerja keras itu akhirnya berbuah manis. Kini, Surabaya sudah bisa mengendalikan Covid-19 itu. Bahkan, kini kasus aktif di Surabaya hanya tersisa 82 kasus per tanggal 7 Desember 2020. Data tersebut sebagaimana dilansir dari lawancovid-19.surabaya.go.id.
Sementara itu, masyarakat Surabaya merasa pus dengan kinerja Wali Kota Risma dan jajarannya dalam rangka menangani Covid-19. Hal itu berdasarkan hasil survei yang dilakukan Surabaya Consulting Group (SCG Consulting) pada akhir Bulan November 2020 dengan responden sebanyak 1.200 orang.
Peneliti SCG Consulting Ryan Baskara menjelaskan bahwa hasil penelitian sangat jelas bahwa 68,5 persen masyarakat Surabaya merasa Wali Kota Risma dan jajaran Pemkot Surabaya sudah maksimal dalam memimpin penanganan pecegahan dan penyebaran Virus Covid-19 ini.
Variabel kepuasan masyarakat diantaranya didapat dari aktivitas Pemkot dalam melakukan penyemprotan disinfektan di jalan-jalan mencapai 93,33 persen.
“Lalu operasi tidak memakai masker diberikan sanksi juga mendapat respon positif dari masyarakat sebesar 91,00 persen,” kata Ryan.
Selain itu, masyarakat juga memberi apresiasi positif atas kebijakan pembubaran kerumuman massa melalui swab-hunter yang dilakukan Pemkot Surabaya, seperti membubarkan kerumuman di warkop, cafe atau tempat nongrong lainnya. “Sebanyak 72,33 persen responden memberikan respon positif terhadap kebijakan tersebut,” tegasnya.
Di samping itu, hasil survei itu juga menunjukkan bahwa persepsi masyarakat dengan munculnya wabah Covid-19 pada awal 2020 ini, banyak yang mempercayai virus ini muncul karena faktor alam sebanyak 75,83 persen.
“Namun ada pula masyarakat yang percaya bahwa Covid-19 adalah faktor rekayasa sebesar 24,17 persen,” imbuhnya.
Ryan juga menunjukkan hasil survei bahwa masyarakat ingin tempat ibadah dibuka, tentunya dengan protokol kesehatan yang ketat. “Keinginan itu didukung oleh data yang menunjukkan bahwa 94 persen warga ingin tempat ibadah dibuka,” pungkasnya. (BS01)